Rangkaian ancaman teror berbentuk paket bom buku belakangan ini dinilai sebagai kegagalan intelijen dalam mengantisipasi aksi sejak awal. Anggota Komisi I DPR RI Tjahjo Kumolo mengatakan intelijen gagal mengetahui sejak awal karena rapinya struktur jaringan pelaku teror.
"Gerakan bom-bom buku ini dilakukan kelompok masyarakat yang terstruktur. Jaringan cukup rapih sehingga intelijen tidak bisa mengendus. Kepolisian kelabakan. Berarti yang melakukan ini jaringan terstruktur," ungkapnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/3/2011).
Politisi PDI-P ini tak mau menduga-duga mengenai ada tidaknya upaya pengalihan isu dengan rentetan ancaman pengiriman paket bom, terutama bom dalam bentuk paket buku, belakangan ini. Menurut Tjahjo, ini menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk mengungkapnya secepatnya.
Jika pemerintah tak segera menuntaskannya, Tjahjo menilai pemerintah menuju kegagalan untuk menghadirkan rasa keamanan dan kenyamanan bagi warga negara. Menurutnya, pemerintah jangan menambah kesalahan dengan tidak menyelesaikan sejumlah kasus sebelumnya.
"Apakah kasus Cikeusik sudah tuntas, Temanggung sudah tuntas. Menangkap Nurdin M Top saja sudah sekian tahun setelahnya, saya cukup pesimis dengan intelijen," tandasnya.
Berdasarkan data yang dihimpum Kompas hingga kemarin, Senin (21/3/2011), sedikitnya 25 pengaduan masuk ke kepolisian di wilayah Jabodetabek. Dari jumlah itu, lima paket berisi bom.
Empat paket bom ditujukan kepada aktivis Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional Komjen Pol Gories Mere, Ketua Umum Partai Patriot Yapto Soerjosumarno, dan artis Ahmad Dani. Sementara, satu paket bom tergeletak di pinggir jalan di kawasan Cibubur.
Selebihnya, paket mencurigakan yang dilaporkan berisi aneka barang seperti sepatu, kain, buku, jok mobil, bingkai foto, kaset, boneka, jas hujan, hingga cokelat
dikutip dari kompas